Tolak Unruk Tandatangani BAP, Ruslan Buton Tetap Ditahan Polisi, Pelapor Bernama Aulia Bukan JKW

JAKARTA – Ruslan Buton Di Tangkap dan Di Tahan, Penangkapan berwal dari laporan seseorang Bernama Aulia karena Menyinggung Presiden Jokowi untuk mundur, yang di unggah Ruslan Buton di Akun pribadinya. Eks anggota TNI AD berpangkat Kapten Inf, Ruslan Buton yang dikenal sangat lantang menyuarakan kebenaran demi keutuhan NKRI ini terpaksa harus jalani proses hukum di rutan Bareskrim Mabes Polri sejak hari ini, Sabtu (30/5/2020).

Penangkapan dan penahanan Ruslan terkait dirinya atas pelaporan seorang yang bernama Aulia pada tanggal 22 Mei 2020. Ruslan dilaporkan lantaran dirinya mengunggah video milik pribadinya di akun miliknya pada tanggal 20 Mei 2020. Dalam video tersebut, Ruslan menyinggung Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) mundur karena dianggap tidak mampu menjaga keutuhan bangsa.

Pria kelahiran Buton ini mengkisahkan di depan kuasa hukumnya, Tonin Tachta Singarimbun bahwa ia pernah menangkap lima (5) TKA asal Cina yang mengunakan visa turis pada tahun 2017.

Ruslan mengungkapkan dirinya sempat mau disuap sejumlah uang oleh petugas atau pejabat untuk melepaskan ke-5 TKA tersebut. Dengan tegas, Ruslan menjawab ‘kalau uang itu tidak ada kaitan dengan ke-5 TKA maka akan saya terima, tapi kalau uang tersebut untuk melepaskan ke-5 TKA maka akan saya tolak‘.

Anehnya, petugas atau pejabat tersebut sekarang menempati posisi penting di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Bahkan sebelumnya Ruslan juga pernah membuat surat untuk Jokowi ketika peristiwa di Papua. Isi surat itu kurang lebih sama dengan yang sekarang dikasuskan ke proses hukum. Padahal surat sebelumnya tidak dipermasalahkan hukum.

Penangkapan dan penahanan dirinya saat ini, Ruslan menduga ada keterlibatan petugas atau pejabat yang dulu mau menyuapnya terkait 5 TKA Cina yang ditangkapnya, karena petugas atau pejabat tersebut kini menduduki posisi penting di pemerintahan Jokowi.

Ruslan ditangkap kediaman orangtuanya di Ternate berdasarkan surat perintah penangkapan Nomor: SP.Kap/71/V/2020/Dittipidsiber, tertanggal 28 Mei 2020 dengan jumlah daftar penyidik dan penyidik pembantu sebanyak 44 orang, serta adanya surat perintah penyidikan Nomor: SP/Sidik/246/V/2020/ Dittipidsiber, tanggal 26 Mei 2020 dengan tujuan membawa ke kantor polisi untuk dilakukan proses hukum lebih lanjut.

Ruslan diduga keras telah melakukan tindak pidana menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan keresahan masyarakat, kebencian terhadap penguasa, dan dituduh memprovokasi.

Setelah dirinya ditangkap, dan dilakukan BAP di kantor Kepolisian setempat oleh Penyidik AKBP Ronald F.C. Sipayung dari Dittipidsiber Bareskrim Mabes Polri, sekitar pukul 16.00 WIB, tanggal 28 Mei 2020, Ruslan tanpa didampingi oleh penasihat hukum. Bahkan ia mengakui dicercer delapan belas (18) keterangan, maka Ruslan tidak mau menandatangani BAP tersebut.

“Itu diakui Ruslan, dia memang tidak mau menandatangani BAP tersebut, bahkan ketika penyidik Ronald dari Mabes Polri yang turun kelokasi langsung mencecer Ruslan Buton dengan 18 pertanyaan tanpa didampingi penasehat hukumnya. “Ulas Tonin melalui siaran pers nya di Jakarta, Sabtu (30/5/2020).

Tonin menyinggung kinerja penyidik adanya pelaksanaan BAP Projustitia sejumlah 18 pertanyaan tersebut yang tidak didampingi Penasihat Hukum, serta atas nama Ruslan yang dituduhkan tersangka tidak pernah diberikan surat panggilan sebagai saksi terlapor berdasarkan laporan Aulia Fahmi, SH.

Sebelumnya, pada tanggal 28 Mei 2020, Ruslan juga telah mengakui bahwa dirinya yang membuat rekaman dengan HP pribadinya terkait surat terbuka kepada Joko Widodo tersebut. “Ruslan sudah mengakuinya, maka kami persilahkan untuk sepatutnya di tandatangani surat itu. “Kata Tonin.

Tonin juga membenarkan pernyataan Ruslan bahwa kliennya tidak melakukan tuduhan tindak pidana Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi Elektronik dan atau Psal 14 ayat (1) dan (2) dan atau Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 207 KUHP.